Ada yang menganggap syi'ah lahir pada masa akhir kekhalifahan Usman bin Affan RA. atau pada masa awal kekhalifahan Ali bin Abi Thalib RA. Pada masa itu terjadi pemberontakan terhadap khalifah Usman bin Affan RA. yang berakhir dengan kesyahidan Usman bin Affan RA. dan ada tuntutan ummat agar Ali bin Abi Thalib RA. bersedia dibaiat sebagai khalifah. Tampaknya pendapat yang paling populer adalah bahwa Syi'ah lahir setelah gagalnya perundingan antara pihak pasukan khalifah Ali dengan dengan pihak Mu'awiyah bin Abi Sufyan RA. di siffin yang lazim disebut sebagai peristiwa at-Tahkim (arbitrasi). Akibat dari kegagalan itu, sejumlah pasukan Ali menentang kepemimpinannya dan keluar dari pasukan Ali. Mereka ini disebut golongan khawarij (orang-orang yang keluar dari bariasan Ali). Sebagian besar orang yang tetap setia kepada khalifah Ali disebut Syi'ah Ali (Pengikut Ali)
Istilah Syi'ah pada era kekhalifahan Ali hanyalah bermakna pembelaan dan dukungan politik. Syi'ah Ali yang muncul pertama kali pada era kekhalifahan Ali bin Abi Thalib RA. bisa disebut sebagai pengikut setia khalifah yang sah pada saat itu melawan pihak Mu'awiyah, dan hanya besifat kultural, bukan bercorak aqidah seperti yang dikenal pada masa sesudahnya hingga sekarang. sebab kelompok setia Syi'ah Ali yang terdiri dari sebagian sahabat Rasulullah dan sebagian besar tabi'in pada saat itu tidak ada yang berkeyakinan bahwa Ali bin Abi Thalib RA. lebih utama dan lebih berhak atas kekhalifahan setelah Rasul dari pada Abu Bakr RA. dan Umar bi al-Khathab. Bahkan Ali bin Abi Thalib RA. sendiri, saat menjadi khalifah, menegaskan dari atas mimbar masjid Kufah ketika berkhutbah bahwa, "Sebaik-baik umat Islam setelah Nabi Muhammad Saw. adalah Abu Bakr dan Umar RA". Demikian pula jawaban beliau ketika ditanya oleh putranya yaitu Muhammad ibn al-Hanafiah seperti yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam Shahihnya (hadits no.3671).
Menurut Murtadha Mutahhari -ulama Syi'ah- "Ali bin Abi Thalib adalah sahabat Nabi seperti juga Abu Bakr, Umar bin Khathab, Usman bin Affan dan yang lainnya. Tetapi Ali lebih berhak , lebih terdidik lebih shaleh dan lebih berkemampuan ketimbang para sahabat lainnya, dan bahwa Nabi sudah merencanakannya sebagai pengganti Beliau. Kaum Syi'ah meyakini Ali dan keturunannya sebagai imam yang berhak atas kepemimpinan politis dan otoritas keagamaan." Dengan kata lain, mereka menyakini bahwa yang berhak atas otoritas spritual dan politis dalam komunitas Islam pasca Nabi adalah Ali beserta keturunannya.
Sedangkan menurut Thabathabai, Syi'ah muncul karena kritik dan protes terhadap dua masalah dasar dalam Islam, yaitu berkenaan dengan pemerintahan Islam dan kewenangan dalam pengetahuan keagamaan yang menurut Syi'ah menjadi hak istimewa ahl al-bait."
Kendatipun persoalan imamah menjadi pokok keimanan Syi'ah, tetapi ternyata telah terjadi perbedaan dan perselisihan dikalangan firqah-firqah Syi'ah, terutama pada penentuan siapakah yang menjadi "imam". Al-Hasan bin Musa an-Naubakhti, ulama Syi'ah yang hidup pada pertengahan abad ke 3 H hingga awal 4 H, dalam kitab Firaq as-Syi'ah (hal. 19-109) telah menjelaskan perbedaan -perbedan itu dalam beberapa bentangan periodik. Diantaranya, setelah Ali bib Abi Thalib wafat, menurut an-Naubahkti, Syi'ah terpecah menjadi 3 golongan.
Pertama, kelompok yang berpendapat Ali tidak mati terbunuh, dan tidak akan mati, sehingga ia berhasil menegakkan keadilan di dunia. Inilah kelompok ekstrim (ghuluw) pertama. Kelompok ini disebut Syi'ah as-Saba'iyah, yang dipimpin oleh Abdullah bin Saba'. Mereka adalah kelompok yang terang-terangan mencaci serta berlepas diri (baralah) dari Abu Bakr, Umar dan Usman serta para sahabat Rasulullah. Merka mengaku Ali-lah yang menyuruh mereka untuk melakukan hal ini. Ketika dipanggil oleh Ali mereka mengakui perbuatannya. Hampir saji Ali memvonis mati terhadap Abdullah bin Saba', tetapi karena pertimbangan beberapa orang, sehingga Ali hanya mengusir Abdullah bin Saba' ke al-Madain.
Menurut an-Naubakhti Abdullah bin Saba' asalnya beragama Yahudi. Ketika masuk Islam, ia mendukung Ali. Dialah orang pertama yang terang-terangan mengisukan kewajiban imamahnya Ali serta berlepas diri (baralah) dari musuh-musuhnya. Dijelaskan pula, bahwa ketika Abdullah bin Saba' masih beragama Yahudi pernah mempopulerkan pendapat bahwa Yusa' bin Nun adalah pelanjut Nabi Musa. Maka ketika masuk Islam, ia pun berpendapat bahwa Ali adalah pelanjut Nabi Muhammad. Faktor inilah yang membuat orang menuduh bahwa sumber ajaran Syi'ah berasal dari Yahudi.
Penjelasan an-Naubakhti ini sekaligus merupakan jawaban terhadap kalangan Syi'ah serta pendukungnya, yang mengklaim bahwa Abdullah bin Saba' hanya tokoh fiktif, ciptaan kalangan Ahlus Sunnah, yang sumber utamanya dari at-Thabary melalui satu-satunya jalur Saif bin Umar al-Tamimy yang dinilai dha'if.
Kedua, kelompok yang berpendapat, imam penggantisesudah Ali bin Abi Thalib wafat adalah puteranya, Muhammad bin al-Hanafiah, karena dia yang dipercaya membawa panji ayahnya, Ali, dalam peperangan di Bashrah. Mereka mengkafirkan siapapun yang melangkahi Ali dalam imamah, juga mengkafirkan Ahli Shiffin, Ahlu Jamal. Kelompok ini disebut al-Kaisamiyyah.
Ketiga, kelompok ini berkeyakinan bahwa setelah Ali wafat, imam sesudahnya adalah puteranyaal-Hasan. Ketika al-Hasan menyerahkan khalifah kepada mu'awiyah bi Abi Sufyan, mereka memindahkan imamah kepada al-Hasan, sebagian mereka mencela al-Hasan, bahkan al-Jarrah bin Sinan al-Anshari pernah menuduhnya sebagai musyrik.
Tetatapi sebagian Syi'ah berpendapat bahwa sesudah wafat al-Hasan, maka yang menjadi imam adalah puteranya yaitu al-Hasan bin al-Hasan yang bergelar ar-Ridha dari keluarga Muhammad. Menurut al-Isfahani, dia bersama Ali bin al-Hasan Zainal Abidin serta Umar bin al-Hasan dan Zaid bin al-Hasan adalah cucu-cucu Ali bin Abi Thalib yang menyertai al-Hasan dalam peristiwa Karbala dan selamat dari pembantaian. Fakta historisini sekaligus membantah informasi yang menyebutkan bahwa satu-satunya keturunan laki-laki Rasulullah Saw. atau keturunan laki-laki Ali yang selamat dari pembantaian Karbala hanyalah Ali bin al-Hasan Zainal Abidin saja.
Fakta historis tentang adanya perbedaan pendapat bahkan perselisihan internal Syi'ah pada setiap level imam ini, selain disebutkan oleh kalangan Syi'ah sendiri (an-Naubakhti) juga disebutkan oleh Fakhruddin ar-Razi, Beliau Menulis, "Ketahuilah bahwa adanya perbedaan yang sangat besar seperti tersebut di atas, merupakan satu bukti konkret tentang tidak adanya wasiat teks penunjukan yang jelas dan berjumlah banyak tentang Imam yang Duabelas seperti yang mereka klaim itu".
Demikianlah sejarah singkat lahirnya Syi'ah yang dapat kami sajikan, jika ada kehilafan dan kekurang silahkan dikoreksi dan disempunakan.
Sumber : Majelis Ulama Indonesia, Mengenal & Mewaspadai Penyimpangan Syi'ah di Indonesia Th. 2013
2 komentar:
luar biasa sangat bermanfaat sejarah lahirnya syi'ah untuk ummat islam
Top markotop,
Sangat bermanfaat, mencerahkan,
Di tunggu tulisan berikutnya.
Posting Komentar